Lontar Bhuwana Tattwa adalah naskah yang menjelaskan keadaan Bali pada jaman pemerintahan kerajaan yang dipimpin oleh Shri Watu Renggong pada tahun saka 1382 atau 1460 masehi dengan kedudukan di Gelgel dimana sinopsis dari isi lontar ini dikisahkan :
- Pada mulanya Beliau dibantu oleh para punggawa dan tanda mantri sekalian, namun yang paling memegang peran penting tatkala itu adalah keturunan dari Mpu Withadharma, lebih dikenal dengan sebutan Pasek.
- Dahulu juga disebutkan, ada sebuah wilayah yang banyak ditumbuhi oleh kayu putih dan wilayah ini dinamailah Semate;
- Karena kalian telah bersatu dalam pikiran tidak mau tunduk dengan orang lain.

Artinya :
Ia Tuhan semoga tiada halangan atas perkenan-Mu//o// Om. Saraswati merupakan lautan/sinar yang luas, yang menerangi dengan sinar-Mu, Ia menerangi semua pikiran. Om. Semoga Dewi Saraswati yang amat kaya, sumber ilmu pengetahuan, melidungi kami dengan baik. Om. Semoga Dewi Saraswati, yang menyucikan, yang amat kaya, yang memiliki sumber pengetahuan, berkenan menerima persembahan kami //o// Sembah bhakti hamba kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, yang diperlambangkan dengan aksara suci Ongkara, yang dilantunkan dengan doa-doa, bagaikan tirtha pawitra, yang dilantunkan oleh seorang yogi suci, beliau yang memberikan anugrah-Nya kehadapan yang telah mencapai kelepasan, …
Luputa mami ri tulah pamidhi, mwang sawigrahaning mala papa petaka, tar katamananinghulun upadrawa de Bhatara Hyang mami, wastu paripurna manemwaken hayu, dirghayusha katekeng kula gotra santana, namastu jagadhitaya, Om. Saraswati ya namah swaha//o// Gupyanen ngke ing Bali dwipa mandhala, cinatreng den sira Shri Watu Renggong pasadnyanira, kang inabhiseka ratwa duk saka srenggi limaning asujya bhumi, ngka haneng panagara Gelgel, sira tar waneh ….
Artinya :
Agar hamba-Mu ini tidak terkena kutukan dan duka nestapa, dan semoga pula hamba tidak terkena upadrawa oleh Bhatara sasembahan hamba, semoga menemui kebahagiaan, panjang umur termasuk sanak keturunan hamba, semoga selalu jaya di dunia ini, Om. Saraswati ya namah//o// Tersebutlah sekarang di pulau Bali, dipimpin oleh seorang raja Shri Watu Renggong namanya, yang bertakhta pada tahun saka 1382 atau 1460 masehi dengan kedudukan di Gelgel, beliau ini tiada lain ….
Tanayanira Shri Kreshna Kapakisan. Sira Shri Watu Renggong munderikang nusa Bangsul kinabih de wateking punggawa tanda mantri sadaya, kang pinih harep wetbetira Mpu Withadharma, kang kaloktah tinengeran Pasek, kayeki katattwanya : sira I Gusti Pasek Gelgel, angawa gagaman, I Pasek Gelgel, ngelingaken drewya dhalem, neher anama I Pasek Gelgel, hana kang angelingaken pangrawos jagat, kangge de dhalem, ika inapusan bandesa ngaranya, hana angelingaken kahyangan ….
Artinya :
Putra dari Kreshna Kapakisan. Dalam menjalankan roda pemerintahan kerajaan di Bali beliau Shri Watu Renggong dibantu oleh para punggawa dan tanda mantri sekalian, namun yang paling memegang peran penting tatkala itu adalah keturunan dari Mpu Withadharma, lebih dikenal dengan sebutan Pasek, kisahnya sebagai berikut : sesungguhnya putra-putra dari I Gusti Pasek Gelgel mempunyai tugas dan kewajiban yang berbeda-beda, putranya yang menginventaris kekayaan raja disebut Pasek Gelgel, putra I Gusti Pasek Gelgel yang mengemban tugas sebagai juru bicara raja bergelar Pasek Bandesa, putranya yang bertugas pada kahyangan ….

Artinya :
Desa seperti Pura Puseh dan Pura Desa termasuk Bale Agung bergelar Pasek Kubayan dan yang bertugas mengurusi di bidang pitra yadnya bergelar Ki Pasek Prateka, demikian kisahnya.
Dikisahkan beliau raja Bali Shri Watu Renggong mempunyai empat orang putra antara lain : yang tertua bernama I Dewa Pamayun, adiknya perempuan bernama I Dewa Ayu Laksmi, yang ketiga bernama I Dewa Sagening dan yang terkecil bernama I Dewa Ularan. Setelah cukup dewasa keempat putra raja itu mohon bimbingan kerohanian (sebagai murid), dengan memohon ….
Pangajaran aji uttama ri sang trini, I Dewa Pamayun mwang I Dewa Sagening anabe ring sang Brahmana, I Dewa Ayu Laksmi anabe ring sang Boddha, mwah I Dewa Ularan aguru ring sang Bhujangga Waisnawa. Wus alawas-lawas, ta sira sang raja putra-raja putri anuhun pangajyan ri sang trini, tumuli anwam pwa sira, jajaka padha kasrambahan smara. I Dewa Ayu Laksmi listwayu wedananira angedanin, tumuli sira kacupak de sang Bhujangga, saha angawa raja panomah. Riwus samangkana ….
Artinya :
Pengajaran ilmu pengetahuan kautamaan kehadapan beliau sang trini (Siwa, Budha, Bhujangga). I Dewa Pemayun dan I Dewa Sagening belajar kepada Padanda Siwa, I Dewa Ayu Laksmi berguru kepada Ida Padanda Budha dan I Dewa Ularan mohon berguru kepada Bhujangga Waisnawa.
Setelah sekian lamanya putra-putri raja berguru kepada sang trini, semakin ganteng dan cantik parasnya, serta menginjak usia remaja dan mulai saat itulah api asmaranya mulai tumbuh. I Dewa Ayu Laksmi sangat cantik sangat tergila-gila orang memandangnya, lantaran demikian itu akhirnya dipersunting oleh sang Bhujangga Waisnawa sebagai istrniya. Setelah demikian itu ……

Artinya :
Perilaku sang Bhujangga terhadap putra raja, beliau Raja Dhalem Watu Renggong yang tiada lain ayah kandung I Dewa Ayu Laksmi, beliau bercampur sedih dan sangat marah hingga beliau mengambil pusaka dengan maksud untuk membunuh sang Bhujangga, demikian tujuan dhalem/raja. Melihat situasi yang demikian itu sang bhujangga menghilang dari Gelgel dan beliau mengungsi bersama I Dewa Ayu Laksmi menuju Gunung Sari (Wilayah Jati Luwih). Karena ini adalah tanda-tanda munculnya kali sangara, sehingga sering terjadi pertengakaran dengan antar sanak keluarga. Dengan munculnya pertanda itu sanak Ki Pasek meninggalkan Gelgel menuju desa-desa di bali, …
Ki Bandesa hana mungsya pradesa Mas, hana mungsya pradesa Saibang, Ki Kubayan mungsya Bendul Wangaya, Ki Gaduh mungsya panagara Blahbatuh, mwang sakancan tusning Pasek kweh mintar sangkyeng panagara Gelgel. Tucapen mangke wus malama haneng canggah kang wit inungsu, manih ta sira padha mintar, tar kawarna mareng hnu wwang teku sadaya, dhateng pwa sira mareng gniyaning kramaning Jong Karem, nenah teku dahat pingit angker, pan kweh wreksa petak, ika ma …..
Artinya :
Ki Pasek Bandesa ada yang menuju ke Desa Mas, ada yang menuju desa Saibang, Ki Pasek Kubayan menuju Desa Bendul Wangaya, Ki Pasek Gaduh menuju Desa Blahbatuh, demikian warga pasek lainnya juga banyak meninggalkan Gelgel.
Dikisahkan selanjutnya setelah sekian lama tinggal pada wilayah yang baru didiami, lagi meninggalkan wilayah itu, tidak dikisahkan sekalian warga pasek itu, maka tibalah beliau di bagian tenggara kramani Jong Jarem (sekarang disebut Desa Kapal), wilayah yang didatangi itu sangat angker, banyak ditumbuhi oleh pepohonan kayu putih itu, se-……

Artinya :
.... Sebabnya disebut dengan hutan Kayu Putih. Apa sebabnya sekalian orang-orang pasek itu meninggalkan Gelgel, karena tidak ingin ditindas oleh kaum/golongan lainnya. Entah berapa bulan rombongan itu telah tinggal disana (hutan Kayu Putih), hentikan sejenak kisanya ini //o//Sekarang dikisahkan seorang Rsi Mpu Bantas namanya, beliau melakukan perjalanan sucinya, pada suatu tempat beliau membangun Pura Dalem Tembau.
Setelah selesai pura dibangun lalu melanjutkan perjalanan, tidak dikisahkan dalam perjalanan, akhirnya tibalah beliau di sebuah hutan yaitu hutan kayu Putih, …

Artinya :
Setibanya beliau disana, berjumpa dengan sanak keturunan Mpu Gnijaya, Aum anakku sekalian, katanya : kenapa kalian semua ada pada wilayah ini, jelaskanlah kepada hamba. Ia sang pandhya, adanya kami disini, tiada lain karena lantaran kami sekalian tidak sependapat dengan tindakan raja melaksanakan upaya pembunuhan, untuk itu hamba telah berketetapan hati termasuk nantinya sanak keturunan hamba untuk menetap di wilayah ini, demikian haturnya. Hai kalian semua jika demikian, karena wilayah hutan ini sangatlah angker, aku sarankan untuk membangun/membuat ….

Artinya :
tempat pemujaan kehadapan Hyang Bhatara, agar kalian selamat dan panjang umur mohon wara nugraha Hyang Bhatara. Atas saran itu sekalian orang-orang itu mengadakan musyawarah, setelah kata mufakat, segera membangun tempat pemujaan. Tidak dikisahkan entah berapa lamanya, kahyangan itu telah selesai dibangun, selanjutnya orang-orang itu lagi mengadakan musyawarah, tiada lain yang dibicarakan tentang nama kahyangan yang baru selesai dibangun, dalam pertemuan itu lama memang tidak menemui titik temu, terjadi tarik ulur pembicaraan. Melihat situasi yang demikian itu lalu sang pandhya segera berujar: wahai anak-anakku sekalian, janganlah demikian, berilah nama kahyangan ini ….
Putih Samate, apa matangnyan inaranan saika, pan ing wana iki kweh tikang wreksa petak, mwang grama iki haraning Samate, samangkana pinintang kwa ri kita kinabehan, tengeraning harannya Samate, pan kita saguluk haneng twas nalanta akakuwu mareng teki. Wusa mangkana kandugi kahyangan grama iku inuparengga dening sopacara duk isaka : ripu nawaning nala prabhu. Yan pirang lek lawasnya, tumulya sira nggawe kahyangan tiga, Desa Puseh mwang Dhalem, wekasan hana agingsir lungguh, …..
Artinya :
Putih Samate, apa sebabnya dinamakan demikian, karena pada wilayah ini banyak ditumbuhi oleh kayu putih dan wilayah ini namailah Semate, demikianlah saranku kepada kalian semua. Apa sebabnya pula wilayahmu ini aku beri nama Semate karena kalian telah bersatu dalam pikiran tidak mau tunduk dengan orang lain dan berketetapan untuk tinggal di wilayah ini. Setelah itu lalu akhirnya pura dan desa itu dibuatkan upacara sebagaimana layaknya pada tahun saka 1396 atau 1474 masehi. Entah berapa bulan berikutnya barulah sekalian orang-orang tinggal di desa Samate membangun kahyangan tiga sebagaimana lazimnya desa-desa di Bali. Ada pula masyarakat Semate pindah tempat tinggal, …..
Ngka haneng neritya, genah teku inaranan Ceceha mwang Gunung, juga sira ingkana ngawe parhyangan Hyang Bhatara. Ikang Grama Samate kang pasisih kidul loring lwah, mareng kidulnya wana temurose. Mangkana katattwanya. Titanen mangke sira sang pandhya Bantas, maweh bhisama, ih kita ranakku makabehan, apan polahta mbed-mbedan, mupulaken tikang twas nalanta, wenang ta kita ginlaraken wali ika nangken sasih waisaka, ri pananggal siji, anuhun sihira Hyang Bhatara,….
Artinya :
yang berlokasi disebelah barat daya Semate, wilayah itu disebut Ceceha (sekarang Cica) dan Gunung, disana iapun membuat tempat pemujaan Hyang Bhatara. Disebutkan wilayah paling selatan Desa Semate berbatasan dengan sungai/(bagian utara sungai). Dibagian selatan desa itu terdapat hutan sirih. Demikian kisahnya. Dikisahkan beliau sang Rsi Mpu Bantas, berkata/mengucapkan bhisama : hai kalian anak-anakku sekalian, karena kalian dalam mengadakan bermusyawarah terjadi pembicaraan tarik ulur dalam mengambil suatu keputusan, sebagai tanda peringatan wajib kalian melaksanakan upacara Mbed-mbedan itu setiap tahun yaitu pada sasih kedasa, tanggal pisan (sehari setelah Nyepi), mohon keselamatan dan anugrah Tuhan/Hyang Bhatara, …..
Angaturaken aci Daksina suci haneng kahyangan sregep dening ganjaran, mangkana helingakna aywa lupa, poma. Wus saiku tumulya sira Sang Rsi Mpu Bantas lumyat mungsya mangalor, jenek pwa sira haneng Gagelang, henengakna ikang katha //o// Titanen samangke panagara Kawyapura rinejek dening ripu Badung, Tabanan, Bangli, matemahan ri patempuh tikang yudha ika, sor panagara Mangupura, duk isaka nala bhumi astaning prabhu, matemahan wwang Samate …..
Artinya :
Dengan menghaturkan upakara daksina suci pada pura yang menjadi sesungsungan kalian lengkap dengan segehan, demikian harus diingat jangan sampai dilupakan. Setelah beliau Sang Rsi Mpu Bantas berpesan demikian, lalu meninggalkan Desa Semate melanjutkan perjalanan ke utara dan tiba akhirnya di Desa Gagelang, hentikan //o//
Dikisahkan tatkala Kerajaan Mengwi diserang oleh raja Badung, Tabanan dan Bangli, dimana dalam peperangan itu pihak Mengwi mengalami kekalahan yaitu pada tahun saka 1813 atau 1891 masehi, menyebabkan ada diantara penduduk Desa Semate …..
Hana mintar sadesa-desi ing Bali pulina, samangkana samapta //o//
Artinya :
pergi meninggalkan desa itu menuju ke desa-desa lainnya di pulau Bali, demikian kisahnya Desa Semate, berakhir //o//